Sikap Jiwa
Manusia Minang,
Lain Dulu,
Lain Sekarang
Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
SMPN 01 2X11 Enam Lingkung
Judul Buku :
Menulusuri Sikap Jiwa Manusia Minang
Pengarang :
Anies Ahmad
Penerbit :
CV. Pustaka Indonesia ,
Bukittinggi – Padang – Jakarta
Tahun Terbit : 1997
Tebal : 88
Halaman
Sifat-sifat
manusia Minang pada buku ini tergambar baik. Namun, berbanding terbalik dengan
orang Minang penerus generasi sekarang. Untuk memperbaiki tingkah laku yang
telah membelok dari rel-rel norma adat, ada baiknya buku ini ibaca dan
direnungkan, dan amat utama ditujukan kepada pemuda-pemudi Minang. Buku ini
masih relevan untuk masa sekarang dan perlu dipublikasikan agar khalayak ramai
bisa mempelajari kembali etiket-etiket masa lalu, hingga bisa dipertahankan.
Kelebihan-kelabihan
buku karangan Anies Ahmad ini amat banyak, diantaranya, buku ini memuat
pandangan-pandangan serta komentar para ahli dari pelbagai bangsa. Juga
mengandung pepatah-pepatah Minang hingga dapat menambah wawasan akan seni
Bahasa Minang. Pada buku ini dicantumkan pula firman-firman Allah dari Al-Quran,
sabda-sabda Rasulullah serta kisah para sahabat nabi yang menjadi patokan
adalah Al-Quran.
Tak
ada gading yang tak retak, buku yang berisi sikap-ikap para leluhur inipun
memiliki beberap kelemahan, yakni adanya kata-kata sulit dalam bahasa asing yang
tidak dimuatkan makananya. Terdapat pada halaman 7, 9, 12, 20, 21 dan masih
banyak lagi. Serta masih ada kekilafan dalam pengetikan.
Dari
segi fisik, buku ini terlihat biasa saja. Dicetak hitam-putih dengan kertas
HVS. Terkecuali pada sampul (cover).
Menarik dengan gambar rumah gadang yang dilengkapi rangkiang. Serta seseorang
yang tengah duduk dipunggung kerbau. Lebih indah ditambah lukisan bentangan
gunung dan pepohonan yang menyimbolkan keindahan ranah Minang.
Kesan
saya terhadap buku ini, yaitu mengenai tulisan penulis pada halaman 17, yang
mngungkapkan aib bagi orang minang menyebut-nyebut kebaikannya dan tabu pula
mengingat keburukan orang lain terhadapnya. Namun, dalam kenyataan sekarang hal
itu telah terbalik. Dengan bangga mereka menyebut-nyebut baiknya, dan dengan
senang hati membicarakan orang lain. Sifat ini, telah melenceng dari
kepribadian orang Minang yang sebenarnya dari lubuk filsafat adat minang yang
berwujud, “Sumarak jo Sumarai”
(kesejahteraan lahir bathin).
Berbicara
tentang prestasi, putra-putri Minang dahulu telah banyak mengukir prestasi dan
reputasi serta meraih martabat yang tinggi baik tingkat Nasional maupun
ditingkat Internasional. Namun, dimanakah kaum muda-mudi yang telah mambangkik
tareh tarandam itu? Sebuah pertanyaan dibenak kita, dan keanehan karena para
kaum intelektual itu kini, lebih memilih diam ditempat dan hanya mmikirkan diri
sendir hingga lahir lah pepatah baru, “tahimpik
nandak diateh, takuruang nandak di lua”.
Sungguh
tragis nasib bangsa ini sekarang. Entah kapan, pemuda-pemudi Minang kembali
bangkit dan kembali menggemparkan dunia dengan prestasi-prestasi.
Semoga,
dengan membaca buku ini, kebudayaan, sikap, dan moral orang minang kembali
seperti dulu, kembali ke jalur yang telah ditentukan. Hingga kita bisa kembali
merasakan hubungan kekerabatan dan tidak saling menindas layaknya kondisi pada
zaman sekarang ini.
No comments:
Post a Comment